MENURUT hasil pengamatan penulis, ternyata masih banyak masyarakat Indonesia yang cara beroikirnya “reaktf-negatif”. Yaitu sebuah tanggapan yang langsung diucapkan tanpa mengerti terlebih dulu apa yang ditanggapi atau dikomentari. Jadi, sifatnya sangat apriori dan emosional.
Ada beberapa contoh, Antara lain:
1.Tentang kewajiban memakai helm bagi pengendara dan pembonceng motor
Ketika pertama kali pemerintah punya rencana memberlakukan kewajiban memakai helm, maka masyarakat Indonesia ramai-ramai memberi komentar. Yang katanya merepotkanlah, nanti yang jual helm dimonopoli polisilah,merepotkan bagi yang memakai jilbablah dan komentar-komentar negatif lainnya yang bernada penolakan.
2.Tentang program keluarga berencana
Demikian pula, pertama kali pemerintah mengumumkan program keluarga berencana, ada yang mengomentari itu melanggar HAM, tidak adil, terlalu mencampuri urusan pribadi dan bahkan ada yang mengatakan program berencana haram hukumnya. Dan komentar-komentar reaktif-negatif lainnya.
3.Tentang wanita calon presiden
Ketika Megawati tampil sebagai calon presiden, maka komentar-komentar yang bersifat reaktif negatifpun bermunculan dimana-mana. bahkan ada fatwa yang mengatakan bahwa wanita calon presiden haram hukumnya. Bahkan dibawa ayat-ayat kitab suci.
4.Tentang kewajiban menyalakan lampu motor di siang hari
Demikian juga ketika ada kebijakan yang mewajibkan menyalakan lampu motor di siang hari, berbagai masyarakatpun langsung berkomentar secara negatif. Reaksinya sangat emosional. Bahkan banyak yang tidak mengerti apa tjuan daripada menyalakan lampu tersebut.
5.Tentang rencana sertifikasi ulama
Ketika ada sebuah institusi punya gagasan agar ada program sertifikasi ulama, maka bertebaran komentar-komentar atau tanggapan-tanggapan reaktif-negatif yang bernada menolak. Yang melanggar HAM-lah, yang tidak adillah, yang bisa disalahgunakan pemerintahlah, yang nanti digunakan untuk melegitimasi pemerintahlah dan tanggapan-tanggapan reaktif-negatif lainnya.
Boleh dikatakan hampir semua rencana pemerintah atau gagasan sekelompok orang ataupun suatu organisasi tertentu pada umumnya langsung mendapatkan reaksi-negatif dari masyarakat. Padahal, kebanyakan mereka belum faham betul apa yang menjadi berita itu.
Kenapa logika reaktif-negatif bisa muncul?
Hal tersebut merupakan kebiasaan buruk dari masyarakat, yaitu mendahulukan emosi onalitas daripada rasionalitas. Mendahulukan apriori daripada aposteriori. Yaitu cara berlogika yang “belum tahu tetapi langsung menolak”. Hal tersebut merupakan salah satu bentuk belum cerdasnya sebagian besar masyarakat Indonesia dalam berlogika.
Logika reaktif-positif juga sama buruknya
Demikian pula memberikan reaktif-positif tanpa terlebih dulu memahami masalahnya, juga merupakan cara berlogika yang apriori dan bisa terjebak pada kesimpulan yang keliru.
Akhirnya memahami setelah sekian waktu
Setelah semua dilaksanakan oleh pemerintah sekian waktu, barulah masyarakat memahami bahwa apa yang dilakukan oleh pemerintah memang benar. Tidak ada lagi penolakan memakai helm, keluarga berencana, wanita calon presiden, dan menyalakan lampu motor di siang hari. Sedangkan rencana sertifikasi ulama masih menjadi bahan perdebatan dan mungkin bisa dibatalkan atau bahkan dilaksanakan di kemdian hari.
Sebaiknya memahami masalah
Cara bijak menyikap suatu masalah adalah bersikap netral terlebih dulu. Tidak pro dan tidak kontra. Kita pahami dulu apa maksud daripada sebuah masalah, sebuah gagasan ataupun sebuah rencana. Sesudah benar-benar paham, kita boleh mengambil sikap pro atau kontra dengan masing-masing didukung logika yang logis dan benar.
Semoga bermanfaat.
Sumber : http://ffugm.wordpress.com/