Seringkali
kita mendengar orang berkata: “berpikirlah terbuka!”, “bukalah pikiran
anda!”, atau “kamu harus membuka pikiranmu dan jangan menutup
pikiranmu!” Apa itu yang dimaksud dengan berpikir terbuka?
Berpikir terbuka adalah aktivitas otak yang terbuka terhadap berbagai ide, pandangan, argumen,
data, teori, dan kesimpulan. Lebih dari itu, berpikir terbuka berarti
membuka pikiran terhadap kemungkinan bahwa suatu ide, pandangan, data,
teori, dan kesimpulan bisa benar atau salah. Jika seseorang tidak dapat
menerima kemungkinan bahwa suatu ide, pandangan, argumen, data, teori,
dan kesimpulan salah, maka orang itu dapat dikatakan sebagai orang yang
berpikir tertutup. Oleh karena itu, seorang yang menganggap atau
mengklaim diri sebagai orang yang berpikir terbuka seyogianya meneliti,
menganalisis, mempertimbangkan, dan menilai berbagai ide, pandangan,
argumen, data, teori, dan kesimpulan secara kritis dengan menggunakan
akal sehat dan ilmu pengetahuan yang dimilikinya sebelum menerima dan
mempercayai suatu hal sebagai kebenaran. Artinya, seorang yang berpikir
terbuka tidak akan menerima dan mempercayai suatu jika suatu ide,
pandangan, argumen, data, teori, dan kesimpulan tidak didukung oleh
berbagai bukti relevan dan argumen yang didasarkan pada akal sehat.
Jadi, seorang yang berpikir terbuka tidak akan serta-merta menerima dan
mempercayai suatu ide, pandangan, argumen, data, teori, dan kesimpulan
sekalipun hal-hal itu dinyatakan oleh otoritas tertentu dalam
masyarakat, entah orangtua, keluarga, orang yang lebih tua, guru/dosen,
pemuka ataupun agama/masyarakat.
Jika seseorang menerima
dan mempercayai sesuatu tanpa mengujinya terlebih dahulu, maka ia bisa
disebut sebagai orang yang tidak kritis. Dan jika seseorang menerima dan
mempercayai sesuatu tanpa didukung oleh berbagai bukti relevan dan
argumen yang masuk akal, maka orang itu dapat disebut sebagai orang yang
mudah percaya. Kedua tipe orang seperti itulah yang cenderung mudah
ditipu, dimanipulasi, dieksploitasi, dibodohi, dan disesatkan. Jika
seseorang menerima dan mempercayai sesuatu padahal data, bukti, dan
kenyataan bertolak belakang dengan apa yang dipercayainya, maka orang
tersebut mengalami delusinasi.
Setiap
orang memiliki kecenderungan untuk mudah mempercayai otoritas tertentu,
opini publik, bahkan dirinya sendiri. Hal ini diperburuk oleh kenyataan
bahwa banyak orang dengan salah menggunakan “hak” otoritas yang
dimilikinya untuk memperdaya orang lain. Oleh karena itu, seorang
ilmuwan bisa saja “jatuh” ke dalam pikirannya yang tertutup karena
menganggap diri sudah benar dengan pengetahuan yang mumpuni tanpa
melakukan pengujian berulang terhadap ide, pandangan, argumen, dan
kesimpulan yang telah dibuatnya.
Demikian
juga halnya, seorang yang kritis dan skeptis bisa saja, tanpa
disadarinya, memiliki pikiran yang tertutup karena enggan menguji
pikiran-pikirannya sendiri. Oleh
karena itu, tidak ada seorang pun yang dapat serta-merta menganggap dan
dianggap sebagai seorang yang berpikir terbuka, apapun itu pekerjaan,
kekuasaan, kedudukan, karakter, ataupun label/cap yang selama ini
dikenakan pada orang itu jika ia tidak mau menguji pikiran-pikirannya.
Dengan demikian, seorang yang berpikir kritis
sepatutnya tiada henti mempertimbangkan dan menguji pikiran-pikirannya
terhadap, baik berbagai bukti terkini yang relevan maupun argumen dan
pandangan orang lain. Seorang
yang berpikir kritis selalu sadar bahwa setidaknya ada dua kemungkinan
di dalam dunia ini, yakni sesuatu itu benar atau salah. Sesungguhnya seorang kritis adalah orang yang tidak pernah
ragu dan malu serta dengan kerendahan hati rela mengakui jika
pikirannya salah kemudian mengoreksi pikirannya yang salah itu seturut
bukti yang ada. Dan semua proses ini dilakukan tanpa mengenal kata akhir
alias terus dilakukan.
Sumber : www.faktailmiah.com (Andy Milly)