Delusi ialah keyakinan
salah yang dipercaya oleh seseorang meski berbagai bukti relevan
berbicara sebaliknya. Orang yang percaya terhadap keyakinan yang salah
tersebut berarti mengalami delusinasi. Delusinasi tidak ada kaitannya
dengan adanya jaringan syaraf otak seseorang yang mengalami kerusakan.
Seorang yang mengalami delusinasi sangat yakin pada kepercayaannya itu
sampai-sampai hal yang diyakini dan dipercayainya itu tidak dapat
diganggu-gugat terlebih diubah sekalipun bukti-bukti fisik yang berdasar
pada sains telah memberikan penjelasan yang bertolak belakang dengan
keyakinan dan kepercayaannya.
Beberapa contoh delusinasi:
- Seseorang yang mempercayai bahwa bumi adalah pusat tata surya, padahal kenyataannya matahari adalah pusat tata surya.
- Seseorang yang tidak percaya bahwa bentuk bumi bulat dan menganggap bahwa bumi datar sehingga di ujung cakrawala terdapat jurang.
- Seseorang yang mempercayai bahwa surga terletak di langit/awan dan neraka di bawah bumi.
- Seseorang yang mempercayai adanya malaikat-malaikat yang melindungi kehidupannya.
- Seseorang yang mempercayai bahwa dirinya adalah “titisan ilahi” yang diutus ke dunia ini untuk membawa manusia bertobat.
- Seseorang yang mempercayai bahwa Tuhan telah berbicara kepadanya mengenai kapan tepatnya dunia akan kiamat.
Seseorang
yang mengalami delusinasi tidak lagi memperhitungkan dan
mempertimbangkan akal sehat melainkan hanya mendasarkan berbagai
keyakinannya pada emosinya. Orang yang bersangkutan tidak mau menguji
dan menguji keyakinannya karena bagi dia keyakinannya sudah mutlak
benar. Ia tidak melandaskan keyakinan yang dimilikinya pada bukti-bukti
fisik yang didukung oleh kajian saintifik melainkan pada “perasaan”,
asumsi, penglihatan, atau bahkan pewahyuan yang dianggapnya telah
diterima langsung dari yang ilahi. Tidak jarang juga orang mendasarkan
keyakinan (-keyakinan) yang dimilikinya pada anekdot-anekdot atau
cerita-cerita lama tanpa mempedulikan bukti-bukti terkini yang didukung
oleh berbagai penjelasan saintifik masa kini.
Hal yang harus
ditekankan dan diingat, delusi sama sekali tidak ada kaitannya dengan
gangguan atau kerusakan jaringan syaraf otak yang dialami seseorang.
Artinya, delusinasi sangat mungkin dialami oleh orang-orang yang
tergolong sehat secara fisik dan memiliki pengetahuan serta tingkat
akademis yang cukup tinggi. Namun, orang yang mengalami delusinasi
sangat yakin jika keyakinan yang dimilikinya sebagai suatu kebenaran
yang mutlak sehingga ia mengacuhkan bukti-bukti fisik yang ditunjang
oleh saintifik walaupun bukti-bukti fisik itu mengajukan sesuatu yang
berbeda dari keyakinannya.
Seorang
yang mengalami delusinasi enggan mempertimbangkan berbagai hal yang
berbeda dari keyakinannya terlebih menguji keyakinannya itu kemudian
mengubahnya jika salah. Oleh karena itulah orang yang bersangkutan
disebut (telah) mengalami delusinasi.
Sumber : www.faktailmiah.com (Andy Milly)