Tanggal 26 Juni ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai Hari Anti Narkotika Sedunia. Juni 1987 digelar konferensi internasional anti narkotika di Wina demi menunjukkan tekad kuat bangsa dunia memerangi fenomena penyebaran dan dampak obat-obatan terlarang. Di konferensi tersebut para peserta menandatangani dokumen CMO. Dokumen ini menjadi acuan serta menentukan langkah-langkah pencegahan dan kontrol narkotika. Negara peserta juga diwajibkan mengikuti secara serius kebijakan dunia internasional memerangi narkotika.
Konferensi
di Wina, dokumen itu disusun atas empat pasal dan memiliki lebih dari
35 langkah praktis dalam agenda kerjanya. Dokumen ini memiliki sejumlah
agenda kerja seperti kajian atas tingkat konsumsi narkotika, upaya
pencegahan kecanduan narkotika lewat pendidikan, peran media dalam
memulihkan pencandu dan mekanisme rehabilitasi, pemusnahan ladang ganja,
penghancuran sindikat penyelundup narkotika, kerjasama antar negara
serta sejumlah agenda lainnya.
Dokumen
ini ditetapkan pada 26 Juni 1987 di Wina dan ditandatangani negara
peserta konferensi. Dengan demikian tanggal penetapan dokumen ini
diperingati setiap tahunnya sebagai Hari Anti Narkotika Sedunia. Setelah
lewat beberapa tahun dari kesepakatan memberantas penyebaran
narkotika, hingga saat ini obat-obatan terlarang ini masih menjadi
kendala serius dunia internasional. Kesepakatan tersebut juga masih
belum mampu menghapus total narkotika.
Perang
lintas batas mungkin dapat membantu kita memahami betapa besar upaya
yang telah dilakukan dunia internasional untuk memberantas penyebaran
narkotika dan perdagangan yang menguntungkan ini. Perang di bidang ini
terus dilancarkan baik di sektor politik, ekonomi, sosial dan budaya
serta telah menelan biaya besar-besaran. Perang anti narkotika sangat
komplek. Seluruh negara dunia terlibat dalam kasus perang anti
narkotika.
Ada sejumlah negara memiliki andil dalam penyebaran dan
produksi obat-obatan terlarang. Sejumlah lainnya, secara
sembunyi-sembunyi malah membantu sindikat penyelundupan narkotika dan
menolak melarang perdagangan barang haram ini diitingkat dunia.
Di
sini, peran dan kontribusi Republik Islam Iran sangat besar dan dunia
internasional pun mengakui. Kementerian Dalam Negeri Iran meminta
masyarakat internasional untuk menopang upaya-upaya anti-narkotika dan
membantu Republik Islam Iran dalam memerangi perdagangan narkotika
lokal.
Pejabat
dari Pusat Pengawasan Narkotika Iran bertemu dengan perwakilan dari
misi diplomatik, Grup Mini-Dublin dan Badan PBB urusan Kriminal dan
Narkotika (UNODC) pada hari Rabu (1/6) di ibukota Iran, Tehran.
"Republik
Islam Iran telah membayar dengan harga mahal dalam memerangi
perdagangan narkotika. Kami telah menghabiskan lebih dari 700 juta dolar
untuk membentengi perbatasan Iran," kata Menteri Dalam Negeri Iran
Mostafa Mohammad-Najjar. Sejauh ini, 3.600 pasukan keamanan Iran tewas
dalam pertempuran dengan pengedar narkotika di dekat perbatasan dan
banyak lainnya terluka, tambahnya.
Iran
memiliki hampir 900 kilometer garis perbatasan pegunungan dengan
Afghanistan, yang memproduksi 92 persen opium dunia. Dengan demikian,
Iran dijadikan jalur transit utama narkotika Afghanistan ke
negara-negara Eropa. Menurut statistik PBB, Republik Islam Iran
menempati urutan pertama di dunia dalam memerangi perdagangan narkotika.
Duta
Besar Jerman untuk Tehran, Bernd Erbel yang menghadiri pertemuan itu
mengatakan, Grup Mini-Dublin dibentuk untuk berkontribusi dalam
pertempuran anti-narkotika mulai dari Iran dan negara-negara lain di
kawasan ini. Ia menambahkan, "Kami sadar bahwa kami perlu melakukan
lebih dari apa yang telah kita lakukan sampai saat ini."
"Salah
satu alasan pertemuan ini adalah untuk mengetahui bagaimana kami dapat
lebih berkontribusi. Kami telah memulai dialog dan dialog ini akan
berlanjut. Kami lebih berkonsentrasi pada kontribusi nyata, yang bisa
meningkatkan upaya Iran dalam perang anti-narkotika," tambah Erbel.
Antonino
de Leo, perwakilan UNODC mengatakan, ada kebutuhan bagi masyarakat
internasional untuk mengakui upaya Iran dan hasil yang dicapai negara
ini dalam memerangi narkotika.
De
Leo menyatakan harapan bahwa perundingan, yang akan berlanjut dalam
beberapa pekan dan bulan mendatang, akan membawa hasil maksimal dan
masyarakat internasional perlu lebih menghargai upaya Iran dalam
memerangi perdagangan obat terlarang.
Kolombia
menerima lebih dari 620 juta dolar bantuan asing hanya pada tahun
2010. Amerika Serikat menyumbang 260 juta dolar dan Uni Eropa
menyumbang 81 juta dolar untuk memerangi perdagangan obat bius ilegal,
sementara Iran sendirian dalam kebanyakan perang melawan perdagangan
barang haram itu.
Sementara
itu, Komite Internasional Pemberantasan Narkotika yang merupakan salah
satu lembaga di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memuji upaya
dan keseriusan Republik Islam selama ini dalam memerangi perdagangan
narkotika. Hamid Quds, Direktur Komite Internasional Pemberantasan
Narkotika dalam sidang membahas laporan PBB di London menyebutkan
keseriusan Iran dalam memerangi penyelundupan narkotika. Hamid Quds
mengatakan, badan-badan PBB termasuk Komite Pemberantasan Narkotika
sudah berkali-kali mengapresiasi upaya Iran dalam melawan perdagangan
haram ini.
Dalam
sidang itu, disinggung pula koordinasi Iran dengan Pakistan,
Afghanistan dan Qatar dalam upaya memerangi narkotika. Sebagai negara
yang memiliki garis perbatasan yang panjang dengan Afghanistan, Iran
memang menjadi transit penyelundupan barang-barang haram yang
diproduksi di Afghanistan.
Upaya
Iran memerangi perdagangan narkotika telah dibuktikan dengan
mempersembahkan lebih dari 3000 syuhada dari tentara dan polisi dalam
pertempuran melawan para penyendup. Jumlah syuhada sebesar itu adalah
dalam rangka mencegah masuknya narkotika dari Afghanistan ke Eropa
melalui Iran. Karena itu, tak berlebihan jika pemerintah Iran
mengharapkan lembaga-lembaga dunia terutama Eropa untuk ikut membantu
Tehran dalam perang melawan narkotika. Berdasarkan laporan resmi, 90
persen heroin yang ditemukan di Eropa berasal dari Afghanistan. Menurut
Profesor Quds, Inggris adalah negara pusat penyebaran obat-obatan
terlarang di Eropa. Ini berarti bahwa barang-barang haram itu setelah
tiba di Inggris disebar ke berbagai negara Eropa lainnya.
Laporan
PBB menyebutkan bahwa produksi opium di Afghanistan dan negara-negara
sekitarnya menurun hampir setengahnya di tahun 2010 dibanding produksi
tahun 2009. Namun hal ini bukan berarti penurunan produksi heroin.
Sebab, gudang-gudang masih menyimpan cadangan opium yang menjadi bahan
dasar pembuatan heroin dalam jumlah besar. Dari sisi lain, harga tinggi
barang haram ini semakin meningkatkan jumlah petani di Afghanistan
untuk menanam opium.
Selain
opium, heroin dan bahan-bahan narkotika lainnya yang sudah dikenal
sejak lama, muncul fenomena baru dengan semakin maraknya bahan
narkotika industri yang dibuat dengan cara-cara modern. Barang-barang
haram ini lebih cepat dibuat dan lebih mudah diselundupkan dengan cara
mengubah bentuk molekulernya. Di Eropa tercatat 16 macam bahan
narkotika industri yang sedang diteliti sementara bahan-bahan itu di
Jepang tercatat sebanyak 51 macam.
Narkotika
dan obat bius menimbulkan dampak yang buruk pada kesehatan fisik,
kejiwaan dan moral. Laporan resmi PBB mengungkapkan bahwa fenomena buruk
ini semakin hari semakin menjamur di berbagai belahan dunia.
Karenanya, semua negara diharap bisa bekerjasama untuk memerangi
perdagangan narkotika.(irib/25/6/2011)