BAHASA adalah kata. Logika adalah ilmu yang mempelajari cara berpikir yang benar. Samin merupakan salah satu sebutan komunitas di Jawa Tengah yang kebanyakan memunyai cara berlogika yang berbeda dengan orang-orang lain pada umumnya. Artikel ini tidak bermaksud mendeskreditkan masyarakat Samin di Jawa Tengah, melainkan merupakan telaah ilmiah dari sudut ilmu logika semata. Logika Samin bukan logika yang salah, tetapi merupakan logika yang terlalu harafiah.
Apakah logika Samin itu?
Logika Samin yaitu orang yang berpikir apa adanya tanpa memikirkan akibat lebih lanjut atau tidak memaknai maksud yang sebenarnya. Cara berlogika yang terlalu harafiah. Terlalu denotatif.Terlalu konsisten. Terlalu apa adanya. Terlalu “an sich”. Terlalu “das Sein”.
Contoh 1:
Seorang warga dari komunitas Samin ditangkap polisi dan diadili dengan tuduhan telah mencuri seekor sapi.
Hakim: Saudara dikenakan pasal pencurian. Karena Anda telah mencuri seekor sapi. Ada barang bukti dan saksi.
Terdakwa (Orang Samin): Maaf Pak Hakim. Saya tidak mencuri sapi.
Hakim: Lantas apa yang Saudara lakukan?
Terdakwa (Orang Samin): Begini Pak hakim. Seharian saya mencari tali untuk mengganti tali timba saya yang putus. Kebetulan di jalan saya menemukan tali. Tali saya pegang, saya ambil dan saya pulang. Ternyata sapinya ikut pulang ke rumah saya, Pak Hakim.
Hakim : Ha ha ha…!
Contoh-contoh kongkrit.
Tidak hanya masyarakat atau komunitas Samin yang berpikir demikian. Cukup banyak orang Indonesia yang cara berpikirnya atau menggunakan Logika Samin karena tidak tahu maksud daripada sebuah kalimat atau judul:
Contoh 2:
Gottlob Frege, logikawan anggota Wiener Kreis di Austria, juga seperti ”sedulur sikep”. Pernyataan-pernyataannya harfiah, denotatif, dan konsisten.
Waktu logikawan Inggris, Bertrand Russell, berkunjung ke rumahnya, ia mendapati lelaki setengah baya itu sedang bekerja di kebun mawarnya.
Bertrand bertanya, ”Apakah ini rumah Herr Professor Frege?”
Jawabnya: ”Bukan. Ini kebunnya. Rumahnya yang di sana itu,” kata Gottlob sambil menunjuk ke rumah di samping kebun itu.
”Apakah Bapak profesor ada di rumah,” tanya Bertrand lagi.
”Tidak,” jawab Gottlob. ”Ia lagi berada di kebun.”
(Sumber: http://regional.kompas.com/read/2010/03/20/02544449/Logika.Samin)
Contoh 3:
-Si A membuat artikel berjudul :” POLITIK: Jangan Pilih Cagub/Cabup/Cawali Yang Didukung Parpol Korup”.
-Lantas Si B berkomentar:” Tidak ada parpol korup. Yang ada adalah oknum parpol yang korup”.
-Kalimatnya memang konsisten. Tetapi sesungguhnya Si B tidak memahami maksud implisit daripada judul artikel tersebut.
Contoh 4:
Si A bercerita bahwa dia baru saja muncul di TV Trans7 dalam acara Sang Kreator”. Si B pun mengomentari bahwa yang muncul di TV adalah video tentang Si A, bukan Si A yang muncul di TV. Lagi-lagi Si B menggunakan Logika Samin karena tidak memahami maksud daripada ucapan Si A.
Contoh 5:
SI Budi bicara serius ke Dalidjo, bahwa kalau menonton film di “XXI Theater” tidak boleh menggunakan sandal. Si B pun memberi komentar :” Ya, tentu saja kalau menonton film tidak boleh memakai sandal. Harus memakai mata”.
Ada hubungannya dengan format berlogika
Pada umumnya orang menggunakan Logika Samin karena mengartikan sebuah kata, kalimat, judul secara harafiah. Padahal logika yang benar haruslah logika yang berdasarkan pengertian. Mengerti maksud daripada kata,kalimat atau sebuah judul. Dengan kata lain,format Logika Samin hanya mampu berlogika dalam format eksplisit dan tidak mampu berlogika dalam format implisit.
Sumber : http://ffugm.wordpress.com/